Sabtu, 23 April 2011

Tangis Kita

            Tak pernah menyangka aku bener-benar terjatuh dan terjerat dalam lingkaran hidupmu. Berulang kali kamu katakan ”maaf”, maaf karna telah membawaku dalam hidupmu. Seharusnya kamu tidak pernah melakukan itu, sehingga aku tidak akan terluka bila kamu pergi. Bila kamu tak mampu berada di sisiku lagi.

            Ketika aku memilih tuk berada di sisimu, disaat itu aku tlah mempersiapkan diriku untuk kemungkinan terburuk. Sesungguhnya butuh keberaniaan yang luar biasa  untuk mencintaimu sayang. Keberaniaan untuk menerima segala kekuranganmu, keberanian untuk nantinya tetap setia di kondisi terburukmu, dan juga keberanian untuk kehilangan mu kapan saja.

            Kemarin, ketika kita duduk berdua, bercerita, membeberkan kenyataan yang menyakitkan. Kamu yang ingin aku sadar, bahwa pada kenyataannya, mungkin kamu tidak akan bisa berada disisiku selamanya. Aku hanya diam dipelukanmu. Menahan air mata yang hampir tumpah. Lalu aku melihatmu, diam-diam kamu menangis. Namun dengan cepat kamu menyeka air mata mu, mungkin karna kamu tak ingin terlihat lemah di hadapanku. Aku membiarkan mu, berpura-pura tidak tahu, hingga kamu tak perlu merasa malu.

            Lalu sejenak kamu ingin bersandar di bahuku, tentu saja ku izinkan. Raga ini milikmu cinta. Lalu kamu terus bercerita, menumpahkan keluh serta resah di dada. Kamu yang sebenarnya merasa sudah tak mampu menjalani ini semua. Kamu yang sebenarnya sangat membenci malam, karna malam memberikan rasa sakit yang luar biasa. Katamu setiap malam adalah perjuangan untuk tetap bisa hidup di keesokan harinya. Perjuangan untuk tetap bisa melihat dan bersamaku. Dan saat itu kamu menangis, tanpa malu-malu tersedu-sedu di pundak ku. Lalu aku, jangan tanya, aku tak mampu menahan air mata dan rasa pilu itu. Pelukkan kita semakin erat, seperti tak ingin lepas. Dan saat itu aku benar-benar merasa waktu adalah musuh terbesar bagi kita. Aku membencinya. Sungguh membencinya. Hingga ingin rasanya ku bunuh dia. Lalu aku membenci diriku sendiri karna tak mampu, aku tak mampu cinta.

            Dan akhirnya kita berdamai pada kenyataan. Kita sepakat akan menjalani semuanya dengan ikhlas. Biarlah waktu tetap berjalan dengan semestinya. Dan bila memang kita harus terpisah, biarlah. Aku dan kamu harus ikhlas menerima. Lalu bersyukur karna kita pernah berjumpa, merajut kasih dan cinta, saling mengisi dikala tangis dan tawa. Kamu, kamu tidak akan pernah ku lupa. Yakini itu cinta..








Rabu, 30 Maret 2011

Hujan, Dia Memang Slalu Begitu

            Belakangan ini bumi sepertinya sedang sangat mencintai hujan. Dia terus memintanya datang. Hari ini juga begitu. Dalam perjalanan tadi, aku melihat orang-orang yang menepi untuk berteduh. Dan semua pandangan mereka kosong, entah apa yang sedang mereka pikirkan.

            Aku melihat seorang ibu setengah baya yang berteduh di bawah ruko di pinggiran jalan. Disebelahnya ada sebuah sepeda, ku yakin itu miliknya. Akh, sepertinya ada gurat lelah di wajahnya. Aku yakin hidup tidak begitu ramah menyapanya. Ku rasa dia adalah seorang ibu dari beberapa anak yang masih bersekolah, dengan seorang suami yang penghasilannya tidak mencukupi untuk memenuhi seluruh kebutuhan mereka. Sehingga dia juga harus ikut memeras keringat demi pemenuhan kebutuhan keluarga. Apa yang engkau pikirkan Bu? Apakah kau mengkhawatirkan hari esok? Mengkhawatirkan apakah ada makanan yang bisa dimakan besok. Atau adakah uang untuk ongkos dan jajan anakmu besok, hingga ia tidak kelaparan di sekolah. Akh, bila benar itu yang kau pikirkan, pasti dadamu terasa sangat sesak saat ini. Ku rasa bau hujan akan membantu, hiruplah perlahan Bu. Atau mungkin saja aku salah, pikiranmu malah sedang berjalan pelan menelusuri hutan kenangan? Kenangan yang juga tak kalah menyesakkan.

            Hujan memang selalu begitu, dia selalu membuat pikiran kita bekerja extra. Membawanya untuk membayangkan hari esok atau malah berjalan jauh menuju kenangan yang ingin dilupakan. Lalu apa yang hujan lakukan padaku? Dia membawaku berjalan ke lorong-lorong kenangan. Sejak roda itu berputar, layar kenangan itu juga terpampang luas. Sekali-sekali aku tersenyum, jangan kau pikir aku tengah berada pada episode bahagia. Kamu salah, aku berada pada episode-episode yang menyakitkan. Lalu senyuman itu, itu hanya penghibur diri. Agar sakitnya tidak terlalu terasa.

            Lalu pada episode-episode yang melibatkan hati, ini yang paling melibatkan emosi. Ingin kamu lupakan, tapi tidak ingin juga melupakan seluruhnya. Lalu aku sadar, Sang Waktu. Sang Waktu telah menghantarkan hati untuk bertemu dengan hati yang lain. Yang kemudian kau relakan pergi untuk sebuah alasan. Satu alasan, untuk satu kisah. Ada alasan dimana kamu merelakan karna keadaan tidak mengizinkan. Kau memilih pergi, karna tak ingin ada yang tersakiti. Dan ketika dia tlah menemukan kebahagiaannya, kau tersenyum dan berbisik dalam hati, ”Semoga bahagia, dan semoga aku juga dapat merasakan kebahaiaan sepertimu.”
Dan ada alasan dimana kamu memilih pergi karna tak pernah mampu percaya. Tak mampu yakin padanya, meski dia telah berjuang tanpa lelah untuk meraih hatimu. Dan ketika dia tlah menemukan orang lain, kau juga berbisik, ”Semoga dia mampu membahagiakanmu.” Tapi tetap ada tanda tanya di hatimu. Apakah yang akan terjadi pada kita, bila aku memberimu satu saja kesempatan, satu saja.
Mungkin juga ada alasan dimana kamu memilih pergi karna merasa terlalu lelah disia-siakan. Dan untuk yang satu ini, kamu benar-benar menyakinkan diri bahwa dia tidak pantas menerima ketulusan hatimu.

            Pasti ada banyak pikiran yang tersesat hari ini, karna sejak tadi hujan tak kunjung mereda. Terus mengucapkan mantra-mantranya. Akh, aku semakin tesesat tak tau jalan pulang menuju masa sekarang.

Kamis, 24 Maret 2011

Dia yang Kusebut Ayah


Ayah..
            Hampir dua puluh tahun, sekarang usiaku hampir dua puluh tahun Yah. Gadis kecilmu ini sekarang sudah menjelma menjadi perempuan dewasa yang berusaha untuk menjadi kebanggaanmu. Masih teringat jelas di dalam kantung memoriku. Disaat aku kecil dulu, dirumah sederhana kita yang masih kita tempati sampai sekarang bersama ibu dan saudara-saudaraku. Kau sering sekali mencandaiku. Berpura-pura kerasukan setan lalu mengejarku, hingga aku lari kepangkuan ibu. Lalu kau akan tertawa puas, lalu dengan semangat menggendong dan melempar-lempar tubuh mungilku ke udara . Aku merasa kesal sekali padamu, sekaligus sangat sayang. Tak cukup dengan itu, kau lalu menciumku tanpa ampun.

            Atau, apakah kau ingat kejadian di kebun binatang dimasa lalu? Kita sekeluarga pergi kesana. Entah dalam rangka apa, aku lupa. Kira-kira usiaku 4 tahun kala itu. Aku semangat sekali memperhatikan hewan-hewan yang baru pertama kali ku lihat secara langsung. Sehingga aku tidak sadar kalau kau pergi entah kemana. Lalu aku menanyakan keberanaan mu pada ibu. Ternyata ibu juga tidak tahu, dia terlalu sibuk mengawasi aku dan kakakku. Aku benar-benar takut kala itu. Kukira kau menghilang, aku menangis sekencang-kencangnya. Sambil tersedu-sedu aku terus memanggilmu. Seketika kau muncul di hadapanku. Aku langsung mendekapmu dan memintamu untuk menggendongku. Wajahmu sungguh bingung, dan ibu menjelaskan kenapa aku begitu. Saat itu kau langsung menciumiku, dan mengatakan, ”Aku disini nak. Jangan takut, aku tidak akan meninggalkanmu.” 
Dan sampai saat ini kau memang menepati janjimu.

            Kini tubuhmu tidak sesegar dulu. Waktu tlah membuatnya layu. Mungkin juga karna keadaan kita tak sebaik dulu. Tahun 1998, dimana pergolakkan terjadi di negri ini. Ketika pekerjaan tak semudah dulu menghampirimu. Kau memilih berhenti. Dan keadaan berubah. Kau mulai menjual mobil kita, dan uang tabungan yang kau punya juga semakin lama semakin habis. Kau mulai mencari akal untuk menghidupi keluarga kita, dari membuka perkebunan pinang, perkebunan cabai, peternakan ikan dan semuanya tidak berjalan lancar. Pada saat-saat itu kau jarang berada dirumah. Kau pergi untuk waktu yang lama, sekitar sebulan atau dua bulan. Aku sangat merindukanmu kala itu. Hingga pada akhirnya kau memutuskan untuk membuka usaha kecil. Meski tidak bisa membuat kita merasakan kenyamanan seperti dulu. Tapi setidaknya itu masih mampu menopang kebutuhan kita sehari-hari. Dan aku, aku masih bisa merasakan bangku kuliah. Dan aku sangat bersyukur akan itu.

            Kini aku menjelma menjadi gadis yang mempesona (itu kata-kata orang loh :D). Banyak teman laki-laki yang mulai datang ke rumah. Dan aku selalu tertawa geli sekaligus ngeri melihat ekspresimu. Ekspresi yang mengatakan, ”Hei, jangan macam-macam dengan putriku!”  Kadang aku kesal sekali padamu, karna melarangku untuk pergi dengan teman lelakiku. Sepertinya kau tahu itu, lalu dengan pelan kau mengatakan ini padaku. ”Bukannya ayah tidak percaya padamu. Hanya saja, biarkan dulu ayah mengenalnya, biarkan dia sering-sering dulu datang ke rumah kita. Bukanny kenapa-kenapa, ayah hanya ingin menjaga kehormatanmu. Agar ia tau, bahwa tidak sembarangan pria yang bisa membawamu keluar dari rumah ayah.”
Saat itu rasanya aku ingin langsung memelukmu Yah. Aku mencintaimu, sungguh!
            Semoga Tuhan berbaik hati untuk memberi rezeki waktu pada kita. Hingga kau bisa melihat kelulusanku. Melihat aku menikah, menjadi waliku. Melepaskan aku pada laki-laki yang ku yakini mampu membahagiakanku. Dan tentunya kau juga yakin kalau dia adalah yang terbaik untukku, hingga kau tak perlu merasa khawatir melepas gadis kecilmu . Dan akhirnya aku bisa melihatmu bermain dengan anak-anakku, cucumu. Akh, ku harap Tuhan mengizinkan itu. Semoga....


Minggu, 20 Maret 2011

IBU

 IBU...
            Wanita terhebat dihidupku. Engkau yang slalu memberi kasihmu tanpa batas waktu. Engkau yang slalu berjuang demi aku anakmu. Engkau yang masih terlihat mempesona, meski kerut tlah tampak di wajah cantikmu. Engkau yang yang seharusnya tlah beristirahat di usia senjamu. Namun masih saja bekerja untuk mengusahakan kenyamanan bagiku. Maafkan aku ibu...Yang belum mampu menjadi kebanggaanmu.

            Selalu merasa berdosa bila melihat peluh yang jatuh dari keningmu. Rasanya sudah tak pantas, aku yang tlah dewasa masih saja terus merepotatkanmu, dengan segala kebutuhanku. Bersabarlah Bu, aku butuh sedikit waktu. Yah, sedikit lagi untuk bisa menjadi kebangganmu. Sedikit lagi untuk mendapat gelar sarjanaku. Memulai perjalanan karirku. Aku akan tumbuh, menjadi wanita dewasa yang tangguh, seperti harapanmu Bu..

            Kuharap Tuhan berbaik hati memberiku rezki waktu, hingga aku dapat membayar hutang budiku padamu. Meski ku tau, sebanyak apapun yang ku berikan padamu, itu takkan mampu untuk membayar semua cinta yang tlah kau curahkan untukku. Tapi setidaknya izinkan aku Bu, untuk menjadi anak yang berbakti padamu.

            Setelah lulus nanti, aku akan memulai perjalanan menjadi wanita mandiri. Yang berjuang untuk kenyamanan hidup, kenyamananmu. Meningkatkan harkat dan marbat kelurga kita. Saat itu, waktunya menegakkan kepala, waktunya menantang dunia. Namun tetap melihat ke bawah, hingga aku tidak lupa bahwa aku masih menginjak bumi Sang Pencipta. Hingga akhirnya waktu yang kita tunggu itu tiba. Waktu dimana kita sekeluarga akan tiba di sana, di tanah Para Nabi, Para Rasul. Dimana air mata akan tumpah, karna kita tlah sampai di rumah Nya. Semoga.....


           





Jumat, 18 Maret 2011

Sajak Malam


Malam kembali menjelma
Menjadi tiang-tiang kesunyian
Kubisikan setiap kata
Berharap dia mampu mewakiliku bicara

Ada pesan yang kutitipkan disana
Dengarlah..
Apa kau tidak mampu mendengarnya??

Kurasa begitu
Hatimu terlalu beku
Sedangkan aku tlah kaku
Dihantam rasa yang tak menentu

PS : ditulis pada malam, beberapa hari yang lalu.



Sabtu, 12 Maret 2011

Ku Lepaskan

Hampir hilang, tak bersisa.
Tak tau menguap entah kemana.
Bahkan hening malam juga tak mampu menggoda
Tuk kembali merasakan lara yang dulu pernah tercipta.

Kakiku terasa sangat ringan.
Mungkin karna sebongkah kisah tlah ku relakan.
Aku bebas, dari belenggu harapan.

Berterima kasih kepada Sang Waktu.
Karna tlah membantu.
Melepaskan segala pilu
Yang menggelayut di kalbu.

Tak perlu juga resah.
Karna masa akan menggiring sebentuk jiwa.
Untuk berjumpa.
Merajut sebuah kisah.
Jauh lebih indah.






Rabu, 09 Maret 2011

Menuju 20


Dua puluh . .
            Apa yang kamu pikirkan tentang dua puluh?
Menurut orang-orang bijak, angka nol pada angka kedua di usia seseorang menandakan orang tersebut tengah memasuki fase baru dalam kehidupannya. Ku rasa juga begitu, dua puluh, FASE DEWASA. Benarkah??

            Sebenarnya fase dewasa mungkin sudah kulewati beberapa tahun lalu. Kamu tau kan, pada umumnya pola pikir seorang wanita lebih cepat dewasa dibanding seorang pria. Jadi aku yakin aku sudah melewati fase tersebut, terlebih satu tahun terakhir. Banyak hal yang memamaksa pola pikir ku tumbuh lebih cepat. Dan itu tidak akan ku bagi disini, risih rasanya.hehe :)

            Aku agak khawatir dengan angka dua puluh. Mungkin karna semua orang akan menganggapmu seorang yang dewasa pada angka ini, bukan teenager lagi. Dan tidak akan ada lagi pembelaan, ”Akh,namanya juga masih remaja, jadi agak labil.”. Pasti aku akan merindukan kata-kata itu. Hehe . .
Aku harus benar-benar bertanggung jawab untuk segala tindakan. Dan tentang cita-cita serta impian, itu semakin terlihat jelas. Aku tau apa yang aku tuju. Tapi perjuangan untuk menggapai itu tidak akan mudah. Aku harus berjuang keras. Aku mungkin akan jatuh, menangis, terluka dan berdarah. Tapi setiap kali mengingat senyuman Ayah dan Bunda, ku tau rasa sakit itu akan hilang. Aku ingin Ayah dan Bunda tersenyum bangga padaku.

            Benar-benar takut memasuki usia ini, ntah kenapa. Rasanya tahun lalu tidak begini. Aku begitu santai dan ikhlas dengan segala nikmat yang diberikan Tuhan padaku. Aku begitu berprasangka baik dengan-Nya, dan hasilnya. Dia mengabulkan beberapa keinginan dalam hidupku. Membawaku pada kondisi-kondisi yang tak terduga. Membuatku tertawa dan menangis. Lebih tepatnya benar-benar TERTAWA dan benar-benar MENANGIS. Mengisi jiwaku dengan pengalaman-pengalaman baru, Dia benar-benar tau aku suka itu. Suatu pengalaman, petualangan.
Aku benci rutinitas yang monoton. Aku butuh sedikit kejutan disana-sini. Tapi belakangan kejutan-kejutan itu hilang. Aku mulai meringis karna jenuh.

Tuhan...
            Untuk ulang tahun ku kali ini, bisa kah kau memberikan ku hadiah lagi. Pengalaman baru lagi, petualangan baru lagi. Akh, kau tau aku benar-benar mencintai itu kan??
Aku bosan, maafkan aku berkata demikian. Aku benar-benar hambamu yang tak pandai untuk bersyukur. Tapi kau tau aku kan, anakmu ini memang sedikit liar. Aku ini bukan seseorang yang hobi membaca buku-buku teori. Aku lebih suka mengamati, bercengkrama dan terlibat langsung pada sebuah kondisi. Dan disitulah aku akan belajar, belajar untuk semakin dewasa. Dan mengambil setiap butir pengalaman berharga untuk meraih cita.

            Dan aku, aku hanya mampu berusaha. Aku butuh keajaiban tangan-tanganmu untuk mempermudah segalanya. Tuntun aku Tuhan, giring aku menuju hari dimana Ayah dan Bunda dengan bangga mengatakan, ”Ini anakku !! ”.
Hari itu, mereka tidakkan rela melepaskan rangkulannya dari pundakku. Dan di bibir mereka, ada senyum yang selama ini ku tuju.


Kamis, 03 Maret 2011

Biarlah Sendiri Dulu


            Selepas senja lalu, kita terus melangkah jauh . Aku dan kamu pergi menuju jalan yang berbeda. Sudah ku katakan bukan ? Aku ini sungguh tegar. Semua kisah tentangmu takkan mampu menghentikan langkahku. Lalu , suatu hari nanti kita akan bertemu . Dengan hati yang membiru . Karna takkan ada lagi rasa sakit seperti waktu itu.

            Biar , biarlah untuk saat ini aku menikmati setiap butir rindu atau rasa pilu yang masih tidak ingin pergi dari kalbu. Itu bagian terdahsyat dari cinta , mungkin saat ini aku mengutukmu untuk setiap rasa sakitku. Tapi nanti, ketika semua tlah berlalu . Aku akan berterima kasih untuk semua kekayaan rasa yang tercipta karnamu .

            Untuk sementara, bisakah kamu sedikit menolongku . Jangan hadirkan dulu dirimu di hadapanku . Bukannya aku membencimu , sungguh aku sudah berdamai dengan rasa itu. Hanya saja aku takut merasa tak mampu . Bisakah kau mengerti itu??

            Biarkan rasa ini berlalu , seiring berjalannya waktu . Dan pada saat itu , aku akan mulai bertanya , bertanya mengapa aku  bisa sebegitu jatuh padamu??
Dan kemudaian aku pasti tersenyum , menertawai diri atas semua kebodohanku . Pada saat itu , aku pasti merasa menjadi orang terbodoh di jagat raya . Sama seperti perasaan ku saat ini ,  terhadap dia yang hadir sebelummu.

            Biar , biarlah ku sendiri dulu . Menikmati sendunya hatiku . Kini aku memiliki lebih banyak waktu untuk menatap rintik hujan di pagi hari, memandang  jauh ke ujung jalan dari jendela kamarku . Sambil menyerumput sedikit demi sedikit susu vanila hangat di tanganku . Kini waktu ku hanya milikku , tanpa keharusan untuk mengingatmu.

Selasa, 01 Maret 2011

Pilih Dicintai atau Mencintai ?!


            Aku terperanjat pada satu pertanyaan sederhana, “Kalau disuruh memilih, kau akan memilih dicintai atau mencintai”. Pertanyaan yang sungguh sederhana, tapi memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjawabnya. Benarkan??

            Kalau aku, aku memilih mencintai. Kenapa begitu?? Karna dengan mencintai kau akan belajar, mencoba mengerti dan berusaha menjadi sosok yang pantas dicintai. Lalu apa yang kau dapatkan dari ‘dicintai’? Rasa bangga !! Hanya itu teman.

            Hidup ini bukan tentang orang lain, tapi tentang dirimu. Apa yang kau rasa, kau harapkan, dan kau perjuangkan. Mencintai membuatmu berusaha untuk meningkatkan kualitas diri. Memaksamu belajar menjadi pribadi yang lebih baik, hingga kau bisa mempersembahkan yang terbaik kepada Sang Belahan Jiwa.

            Hatiku penuh dengan cinta, cinta yang tak tau harus ku bagi pada siapa. Cinta yang tlah lama terombang-ambing. Dan kini dia mulai mendamba untuk berlabuh. Aku rindu saat meletakkan kepalaku di bahu kokoh Sang Adam. Merasakan lekukan tulangnya. Dan nyaman yang ditimbulkannya. Atau saling memeluk ketika hujan turun, membagi panas tubuh hingga tak ada yang merasa beku.

            Lebih dari itu, aku ingin kau, kau yang terkasih mampu tetap sadar apabila aku mulai gila dalam cinta yang bergelora. Begitupun sebaliknya, hingga kita tidak jatuh pada jurang dosa dengan mengatas nama kan cinta. Sungguh aku tidak mau sayang...

            Aku tahu Tuhan telah menciptakanmu, kalau tidak mana mungkin aku ada. Bukankah aku tercipta dari tulang rusuk mu??
Aku disini sedang menunggumu, meminta kehadiranmu dipercepat disetiap sujutku. Harusnya kau juga begitu, tidakkah kau juga ingin bertemu denganku?

            Berjalanlah sedikit lebih cepat dari biasa. Selagi kau menuju ke arahku, aku terus berdoa pada Tuhan. Terus memohon agar Dia terus memelihara pribadiku, hingga ku mampu memberi yang terbaik untukmu.

PS : Hei, ini untuk kamu. Kamu yang sedang melangkah ke arahku.. :)

Senin, 28 Februari 2011

Pertemuan Setelah Perpisahan


            Setelah sebuah pertemuan terjadi, dan harus diakhiri oleh perpisahan, lalu apa yang akan kita lakukan?  Berpura-pura kalau segalanya tidak pernah terjadi?!
Itu mungkin pilihan yang paling rasional untuk kita. Setelah ini, pertemuan takkan pernah bisa kita hindari. Aku dan kamu pasti bertemu, bertemu disaat keadaan tlah berbeda. Akan ada sapaan dan senyuman yang keluar dari bibir kita masing-masing. Tapi apakah kau tau, senyuman itu hanya tipu muslihat ku, untuk menyembunyikan lara dalam jiwa.  Sedangkan bagimu, akh aku tak tau. Dan aku tidak akan pernah tau. Mengetahui pikiranmu merupakan hal tersulit bagiku. Dan rasa ingin tau ku pun sudah lenyap, aku sudah tidak ingin tau apapun tentangmu!!

            Kau tau apa yang sedang tekun ku lakukan akhir-akhir ini?? Mencari tau, mencari tau mengapa aku bisa begitu jatuh pada cinta ini. Dan aku tau, aku mengerti. Semakin sulit, semakin terasa tidak mungkin, maka cinta akan semakin dalam. Menancapkan akar-akar nya semakin jauh ke dasar bumi. Seperti hal nya makluk hidup yang slalu berusaha mempertahan diri. Begitu pula cinta, ia tidak akan pernah rela tercabut dari jiwa yang memuja.

            Lalu bagaimana cinta ini bisa binasa?? Cinta itu butuh dirawat sayang, dan dia butuh tangan-tangan kokohmu untuk melakukan itu. Namun kau terlalu sibuk pada duniamu, pada pikiranmu yang meragu. Lalu apa yang kuharapkan??  Apa kah harus aku bertahan melawan musin kemarau sendiri tanpa mu??
Aku pergi, aku memilih pergi darimu bukan karna keinginan ku. Tapi karna keraguanmu. Sedangkan aku, aku disini berdiri dengan keberanian penuh untuk mencintaimu.

            Namun sekarang, sudah hilang hasrat ku untuk mencinta. Kita punya jalan masing-masing. Kini saat nya mengatakan selamat tinggal pada kenangan. Ku tau ini tidak mudah sayang, tapi kau tidak akan pernah tau betapa tegarnya aku. Mungkin aku akan menangis saat mengatakan selamat tinggal, tapi aku akan segera menyeka air mata begitu berbalik arah untuk melangkah. Dan seharusnya kau lihat, ada senyum yang sungguh iklas di bibirku. 




Jumat, 25 Februari 2011

Sapaan Pagi


            Selamat pagi mentari…
            Pagi yang indah. Tapi aku masih terbangun dengan kekhawatiran yang sama. Kekhawatiran yang berlebihan mungkin. Tentang hasrat, impian, keinginan dan ambisi.
Setiap hari , seperti pagi ini, aku slalu berusaha menapakkan kaki jangkungku untuk melangkah setahap kedepan dari hari kemarin. Ku tau tidak ada yang percuma dari sebuah usaha. Dan impian, dia yang akan membawamu sampai ke tujuan.

            Akhh...
            Harusnya aku lebih santai dengan pikiranku, dengan diriku. Menerima diri seutuhnya lengkap dengan segala embel-embel kekurangan adalah langkah pertama. Langkah pertama agar kau yakin dirimu berharga, dirimu unik, dirimu istimewa. Lalu, setelah itu orang lain akan melihat jelas betapa istimewanya dirimu.

            Dan aku sudah punya orang-orang yang mampu melihat keistmewaan itu. Mereka, keluarga dan sahabatku. Orang-orang yang yakin bahwa aku mampu, meski seluruh semesta memendang remeh ke arah ku. Aku mencintai mereka, sungguh. Sungguh sangat cinta. Terima kasih untuk ada di hidupku. Terima kasih untuk slalu ada disisiku..

            Dan esok, ketika matahari lebih cerah dari pagi ini. Ketika musim semi telah datang, dan bunga-bunga tlah bermekaran mempetotonkan keindahaannya. Disaat rasanya aku mampu menggenggam dunia, aku akan membawa serta kalian dalam indahnya pagi. Berjalan menikmati fajar, sambil saling menggenggam, saling merangkul. Dan ku tau, saat itu senyum kita takkan lepas dari wajah . .

Lepaskanlah

            Kau tetap tidak mau menyerah, meski kau tau pintu hatiku ini tidak akan pernah terbuka untukmu. Aku terluka , tak kuasa melihatmu terus berharap. Pintu itu terlalu kokoh untuk kau dobrak. Dalam keputusasaan, kau buang segala ego mu. Dan kau tanyakan pada ku, “Apa yang harus ku lakukan untuk mendapatkan kunci hatimu?”

            Seketika aku terperanjat, pikiranku melayang. Kunci yang mana yang harus ku berikan padamu. Satu-satu nya kunci tlah aku berikan pada orang lain, orang yang kemudian membuang kunci itu ke dasar laut. Bahkan aku tidak tau ,dimana kunci itu berada saat ini. Lalu kunci apa yang harus kuberikan padamu?

            Jangan terus berharap padaku Wahai Pecinta. Aku tidak ingin kau semakin memuja, dan akhirnya kau semakin menderita. Lepaskan cintamu dari belenggu diriku. Aku ingin kau bahagia. Tapi maafkan aku, kebahagiaan itu tidak akan pernah kau dapatkan dariku. Di sana, di ujung jalan ini. Ada seseorang yang menantimu dengan cinta yang luar biasa hebat. Namun kau harus melepaskan aku, agar ia bisa menggenggam hatimu..
Berbahagialah, meski bukan bersamaku...

Kamis, 24 Februari 2011

Pada Siapa?!

Hei,
Malam ini jari-jariku kembali terasa gatal. Dia ingin menari-nari diatas keyboard laptopku yang mulai usang. Ada sesuatu, disini, dikepalaku . Sesuatu yang menggeliat memaksa keluar. Akh, kenapa kau tidak bisa tenang ,hah??!

Baiklah,akan ku bantu kau. Sebenarnya apa yang hendak kau ceritakan pada malam?? Halooo, aku menunggu. Disaat aku tlah siap kenapa kau yang malah diam membisu?? 
Akh, mungkin kau malu, mungkin kau belum siap. Tapi aku terlanjur ingin mendengar, kumohon ceritakanlah..

Tapi sepertinya kau tetap tidak ingin cerita. Kenapa??  Apa kau takut??  Takut pada apa??
Oh, aku tau. Kau takut pada cibiran orang-orang tentangmu bukan?? 
Berhentilah menunduk, karna aku tidak bisa melihat wajah aslimu. Apa yang kau sembunyikan dariku?? Apa air mata??
Oh Tuhan…  Ku mohon jangan menangis. Akh, tiba-tiba satu bagian dari diriku terasa sakit. Apa yang terjadi pada kalian?? Apakah ada yang melukai kalian?? Kenapa aku tidak tau?? 
Atau aku hanya berpura-pura tidak tau??

Tapi.. Setahuku bibirku slalu tersenyum, slalu tertawa, bukankah itu tanda bahagia?? Setahuku begitu! 
Dan mataku, slalu bersinar, tak ada air bening yang kluar dari dalam nya. Bukan kah itu tanda ketentraman?? Setahuku begitu!

Tapi.. tapi kenapa kalian?? Kalian tidak kompak dengan mata juga bibirku. Apa yang kalian rencanakan?? Apakah kalian ingin melihatku bingung??
Akh, kalian jahat. Lalu aku harus percaya pada sapa?? Mata dan bibirku?? 
Ato kalian, fikiran dan hatiku??! 
Tapi entah kenapa, pilihan kedua lebih terasa nyata untukku…